Stunting berkaitan erat dengan kondisi Ibu hamil. Untuk itu
pemerintah berupaya menurunkan angka stunting melalui Gerakan Ibu Hamil
Sehat.
Bila mengacu pada data Riskesdas 2018, tercatat 28% ibu
hamil memiliki risiko komplikasi persalinan yang dapat menyebabkan kematian, 17,3%
ibu hamil mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan 48,9% ibu hamil
mengalami anemia.
Bila melihat data tersebut, amat tepat bila Pemerintah mengkampanyekan
Gerakan Ibu hamil Sehat yang berlangsung mulai 14 Desember hingga 22 Desember
2022.
Gerakan ini menyasar kepada ibu hamil melalui aktivitas
gerakan pemeriksaan ibu hamil minimal 6 kali selama kehamilan termasuk 2 kali
dengan dokter dan USG, Semarak Kelas Ibu Hamil (makan bersama, minum tablet
tambah darah dan dukungan keluarga/suami), serta Apresiasi dan dukungan Bumil
Sehat.
Kampanye ini menargetkan 10.000 puskesmas dan layanan
kesehatan lain, serta 1.000 tempat umum.
Aksi baik ini dilaksanakan secara serempak termasuk
tempat-tempat di mana ibu hamil bekerja tidak hanya di puskesmas dan tempat
umum.
Diharapkan Pemerintah, kedepan Gerakan Ibu Hamil Sehat ini menjadi
bagian dari masyarakat untuk mendukung calon ibu mulai dari proses kehamilan
agar Ibu hamil yang terhindar anemia dan bayi lahir terhindar dari stunting.
Target Pemerintah dapat terjadi penurunan angka stunting dengan
hadirnya Gerakan Ibu Hamil Sehat. Gerakan ini juga termasuk dalam intervensi
spesifik stunting sebelum kelahiran.
Adapun target penurunan stunting tahun 2024 adalah 14% dimana
pada tahun 2021 presentasenya 24,4% tahun 2021. Bila dihitung penurunan
stunting sekitar 3,5% per tahun sesuai dengan target Presiden RI Joko Widodo.
12 provinsi telah dipetakan sebagai prioritas penurunan
stunting yang memiliki prevalensi (jumlah) tertinggi stunting.
Riskesdas tahun 2018 memperlihatkan ada 23?yi yang lahir
di Indonesia dalam keadaan stunting. Keadaan ini dipengaruhi oleh kondisi gizi
ibu hamil sejak masa remaja, termasuk tingginya anemia pada ibu hamil dan
remaja putri.
Ternyata berdasarkan data, angka stunting meningkat
signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali. Hal ini karena kurangnya
asupan protein hewani serta pola pengasuhan makanan (parenting) yang tidak
tepat.
Untuk itu diperlukan Intervensi spesifik stunting perlu
dilakukan sebelum dan setelah kelahiran meliputi intervensi yang dilakukan
sebelum lahir dan setelah lahir.
Intervensi spesifik untuk bayi sebelum lahir dilakukan pada
remaja putri dan ibu hamil, sedangkan setelah lahir pada balita.
----
Sumber : Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian
Kesehatan RI
Share This News