Kejahatan Narkoba merupakan kejahatan luar
biasa yang menjadi bahan perhatian dunia. Berdasarkan data BNN tindak pidana
narkoba di Indonesia mencapai 40.756 kasus pada tahun 2020.
Penyalahgunaan dan peredaran narkoba di
Indonesia telah menjadi masalah serius dan memprihatinkan. Narkoba adalah
ancaman nyata yang membutuhkan penanganan serius dan mendesak.
Tantangan kian berat manakala masih banyak
mitos dan informasi keliru tentang narkoba. Ditambah lagi kondisi wilayah
Indonesia yang luas berpotensi menjadi sasaran daya tarik para pengedar
narkoba.
Narkoba berasal zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Jenis-jenis Narkoba misalnya seperti heroin,
kokain, LSD, tembakau gorila, ganja, sabu, jamur, dan ekstasi.
Penggolongan Narkotika dijelaskan berdasarkan
hukum dalam Pasal 127 UU No. 35/2009. Ada beberapa efek penyalahgunaan zat
narkoba yakni halusinogen, depresan, dan stimulan. Korban narkoba adalah
penyalahguna narkoba, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Narkotika ini memang masih diperlukan atau
dibutuhkan dalam bidang pengobatan, kesehatan dan kedokteran serta pengembangan
ilmu pengetahuan,akan tetapi bila disalahgunakan, akan dapat menimbulkan
persoalan / masalah yang besar bagi bangsa dan negara Indonesia dimasa yang
akan datang.
Beberapa masalah yang akan muncul karena
penyalahgunaan NAPZA baik dari masalah kesehatan, ekonomi, nilai-nilai agama
(etika dan moral), nilai-nilai social budaya, keamanan dan pertahanan serta
kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia.
Perkembangan peredaran gelap, penyalahugnaan
dan kejahatan narkotika di Indonesia, telah dirasakan mulai dari sekitar tahun
1970 an, baik secara kuantitas maupun kualitas yang semakin meningkat tiap
tahunnya. Peredaran gelap ini banyak menimbulkan kerugian dan korban baik
materiil maupun immateriil.
Itu kenapa Rumah Sakit ketergantungan Obat
(RSKO) Jakarta dilahirkan. Pada tahun 1971 Presiden Indonesia Kedua, Bapak
Soeharto menetapkan Indonesia Darurat Narkoba. Atas dasar itu pada tahun 12
April 1972 di komplek Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan atas prakarsa
Bapak H. Ali Sadikin (alm) Gubernur DKI Jakarta saat itu bersama dr.Herman
Susilo (Ka. Dinkes DKI Jakarta), Prof. dr. Kusumanto Setyonegoro (Ka. Ditkeswa
Depkes) dan bagian Psikiatri Universitas Indonesia dibentuk dan dioperasikannya
Drug
Dependence Unit (DDU).
DDU bertempat di komplek Rumah Sakit Fatmawati
di daerah Jakarta Selatan. Pada tahun 1974 akhirnya DDU berganti nama menjadi
Lembaga Ketergantungan Obat (LKO). Pada tahun 1978 berubah status menjadi Rumah Sakit Ketergantungan
Obat (RSKO).
RSKO Jakarta pada tahun 1992 mendapatkan
bantuan dari Masyarakat Ekonomi Eropa berupa alat laboratorium deteksi zat
narkoba dalam tubuh berupa Emit, GCMS, dan alat lainnya yang berguna untuk
memeriksa cairan Napza dalam tubuh. Kemudian di tahun 1993 ditunjuk sebagai
laboratorium pemeriksaan Napza dalam tubuh dalam bentuk diagnogsis oleh
Kemenkes RI.
Akhir era 90-an, masyarakat amat membutuhkan
layanan kesehatan di bidang penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA yang meningkat dan
lebih baik serta lebih lengkap, akhirnya RSKO Jakarta harus menambah kapasitas
layanannya. Untuk itu Kemenkes RI menyediakan bangunan baru di jalan lapangan
tembak no.75, Kecamatan Ciracas, kelurahan Cibubur, Jakarta Timur pada 15
Oktober 2002.
Lokasi RSKO Jakarta yang baru menempati lahan
15.204 meter persegi. Dekat dengan Pasar Jaya Cibubur dan dapat dijangkau dari
Jalan Raya Bogor, pintu tol Cibubur dan pintu tol Cijago.
Lokasi dan bangunan baru yang lebih baik yang
ditempati oleh RSKO Jakarta diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas
akan adanya rumah sakit pemerintah yang secara khusus memberikan layanan
kesehatan di bidang gangguan penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan
Zat Adiktif lainnya).
Semenjak beroperasi di tahun 1972 sampai dengan
saat ini, RSKO Jakarta telah dipimpin 10 (Sepuluh) Direktur Utama. Yang pertama
memimpin dr. Erwin Widjono, Sp.KJ (1972 - 1987) dilanjutkan oleh dr. Al Bahri
Husein, Sp.KJ (1987 - 1997) kemudian dr. Sudirman, Sp.KJ (1997-2005), dr. Ratna
Mardiati S, Sp.KJ (2005-2008), dr. Fidiansyah, Sp.KJ (2009-2010), dr. Diah
Setia Utami, Sp.KJ, MARS (2010-2012), dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ, MKK
(2012-2015) dr. Erie Dharma Irawan, Sp.KJ, MARS (2015-2018), dr. Azhar Jaya,
SKM, MARS (2018 s.d 2020), dan dr. Hj. Ermawati, M.Kes (2020-2021).
Pada masa transisi kepemimpinan menunggu
penunjukkan Direktur Utama RSKO Jakarta oleh Kemenkes RI, saat ini RSKO Jakarta
dipimpin Direktur Pelaksana Tugas (Plt) dr.R.Soeko W Nindito D., MARS yang juga
sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais.
_
Editorial : Instalasi PKRS dan Pemasaran RSKO
Jakarta
Sub-Koordinator Sub-Substansi Hukormas
Share This News