Customer Service RSKO Pada Hari Kerja Jam 7.30 sd 16.00 WIB : 0813-1871-8880 (Whatsapp)
News Photo

Waspada, Data Menunjukkan Tindak Pidana Narkoba Sudah Meresahkan

Kejahatan Narkoba merupakan kejahatan luar biasa yang menjadi bahan perhatian dunia. Berdasarkan data BNN tindak pidana narkoba di Indonesia mencapai 40.756 kasus pada tahun 2020.

Penyalahgunaan dan peredaran narkoba di Indonesia telah menjadi masalah serius dan memprihatinkan. Narkoba adalah ancaman nyata yang membutuhkan penanganan serius dan mendesak. 

Tantangan kian berat manakala masih banyak mitos dan informasi keliru tentang narkoba. Ditambah lagi kondisi wilayah Indonesia yang luas berpotensi menjadi sasaran daya tarik para pengedar narkoba.

Narkoba berasal zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Jenis-jenis Narkoba misalnya seperti heroin, kokain, LSD, tembakau gorila, ganja, sabu, jamur, dan ekstasi.

Penggolongan Narkotika dijelaskan berdasarkan hukum dalam Pasal 127 UU No. 35/2009. Ada beberapa efek penyalahgunaan zat narkoba yakni halusinogen, depresan, dan stimulan. Korban narkoba adalah penyalahguna narkoba, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.

Narkotika ini memang masih diperlukan atau dibutuhkan dalam bidang pengobatan, kesehatan dan kedokteran serta pengembangan ilmu pengetahuan,akan tetapi bila disalahgunakan, akan dapat menimbulkan persoalan / masalah yang besar bagi bangsa dan negara Indonesia dimasa yang akan datang.

Beberapa masalah yang akan muncul karena penyalahgunaan NAPZA baik dari masalah kesehatan, ekonomi, nilai-nilai agama (etika dan moral), nilai-nilai social budaya, keamanan dan pertahanan serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia.

Perkembangan peredaran gelap, penyalahugnaan dan kejahatan narkotika di Indonesia, telah dirasakan mulai dari sekitar tahun 1970 an, baik secara kuantitas maupun kualitas yang semakin meningkat tiap tahunnya. Peredaran gelap ini banyak menimbulkan kerugian dan korban baik materiil maupun immateriil.

Itu kenapa Rumah Sakit ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta dilahirkan. Pada tahun 1971 Presiden Indonesia Kedua, Bapak Soeharto menetapkan Indonesia Darurat Narkoba. Atas dasar itu pada tahun 12 April 1972 di komplek Rumah Sakit Fatmawati, Jakarta Selatan atas prakarsa Bapak H. Ali Sadikin (alm) Gubernur DKI Jakarta saat itu bersama dr.Herman Susilo (Ka. Dinkes DKI Jakarta), Prof. dr. Kusumanto Setyonegoro (Ka. Ditkeswa Depkes) dan bagian Psikiatri Universitas Indonesia dibentuk dan dioperasikannya Drug Dependence Unit (DDU).

DDU bertempat di komplek Rumah Sakit Fatmawati di daerah Jakarta Selatan. Pada tahun 1974 akhirnya DDU berganti nama menjadi Lembaga Ketergantungan Obat (LKO). Pada tahun 1978 berubah  status menjadi Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO).

RSKO Jakarta pada tahun 1992 mendapatkan bantuan dari Masyarakat Ekonomi Eropa berupa alat laboratorium deteksi zat narkoba dalam tubuh berupa Emit, GCMS, dan alat lainnya yang berguna untuk memeriksa cairan Napza dalam tubuh. Kemudian di tahun 1993 ditunjuk sebagai laboratorium pemeriksaan Napza dalam tubuh dalam bentuk diagnogsis oleh Kemenkes RI.

Akhir era 90-an, masyarakat amat membutuhkan layanan kesehatan di bidang penyalahgunaan NAPZA/NARKOBA yang meningkat dan lebih baik serta lebih lengkap, akhirnya RSKO Jakarta harus menambah kapasitas layanannya. Untuk itu Kemenkes RI menyediakan bangunan baru di jalan lapangan tembak no.75, Kecamatan Ciracas, kelurahan Cibubur, Jakarta Timur pada 15 Oktober 2002.

Lokasi RSKO Jakarta yang baru menempati lahan 15.204 meter persegi. Dekat dengan Pasar Jaya Cibubur dan dapat dijangkau dari Jalan Raya Bogor, pintu tol Cibubur dan pintu tol Cijago.

Lokasi dan bangunan baru yang lebih baik yang ditempati oleh RSKO Jakarta diharapkan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat luas akan adanya rumah sakit pemerintah yang secara khusus memberikan layanan kesehatan di bidang gangguan penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).

Semenjak beroperasi di tahun 1972 sampai dengan saat ini, RSKO Jakarta telah dipimpin 10 (Sepuluh) Direktur Utama. Yang pertama memimpin dr. Erwin Widjono, Sp.KJ (1972 - 1987) dilanjutkan oleh dr. Al Bahri Husein, Sp.KJ (1987 - 1997) kemudian dr. Sudirman, Sp.KJ (1997-2005), dr. Ratna Mardiati S, Sp.KJ (2005-2008), dr. Fidiansyah, Sp.KJ (2009-2010), dr. Diah Setia Utami, Sp.KJ, MARS (2010-2012), dr. Laurentius Panggabean, Sp.KJ, MKK (2012-2015) dr. Erie Dharma Irawan, Sp.KJ, MARS (2015-2018), dr. Azhar Jaya, SKM, MARS (2018 s.d 2020), dan dr. Hj. Ermawati, M.Kes (2020-2021).

Pada masa transisi kepemimpinan menunggu penunjukkan Direktur Utama RSKO Jakarta oleh Kemenkes RI, saat ini RSKO Jakarta dipimpin Direktur Pelaksana Tugas (Plt) dr.R.Soeko W Nindito D., MARS yang juga sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais.

_

Editorial : Instalasi PKRS dan Pemasaran RSKO Jakarta

Sub-Koordinator Sub-Substansi Hukormas

Share This News