Penyalahgunaan NAPZA / Narkoba saat ini masih menjadi
masalah bangsa. Status darurat narkoba masih belum dicabut oleh Negara.
Narkoba jika dikonsumsi dan disalahgunakan dapat memengaruhi
kondisi kejiwaan, pikiran, perasaan, dan perilaku. Tak hanya itu saja, narkoba
juga dapat membuat pemakainya adiksi.
Zat adiktif ini ada cukup banyak jenisnya, dan semuanya
berbahaya. Jadi masyarakat diharapkan untuk tidak mencoba-coba mengomsumsi
narkoba.
Pada akhir abad ke-19, di tahun 1895, Heinrich Dreser yang
bekerja untuk perusahaan Bayer, Jerman berhasil memformulasikan morfin dengan acetyl yang hasilnya ia namakan heroin.
Nama heroin diambil dari bahasa
Jerman yaitu heroisch yang mengandung
arti kepahlawanan.
Selama tiga tahun setelah jenis narkotika ini ditemukan,
heroin tidak diproduksi untuk komersil. Kemunculan heroin pada tahun 1898 sebagai
obat batuk sirup.
Kemudian heroin
ini ditujukan untuk mengobati para pecandu morfin
yang sudah akut Di Amerika. Peningkatan kasus kecanduan morfin sudah terlihat sejak masuknya zat adiktif tersebut pada
akhir abad 19.
Para pakar medis dan kimia kemudian mengkaji masalah ini.
Kesimpulannya adalah, diasetilmofin
yang terkandung dalam heroin dapat
berpotensi menimbulkan efek ketergantungan yang lebih hebat dari morfin.
Mereka menyebutkan bahwa saat heroin masuk ke metabolisme tubuh, zat aktif heroin langsung menyatu ke dalam aliran darah dan masuk ke otak
sehingga menyebabkan euphoria.
Efek ketergantungan heroin disebutkan dua hingga empat kali
lipat dibandingkan morfin. Ketersediaan heroin
di seluruh dunia tidak lepas dari produksi tanaman opium di Segitiga Emas (Thailand, Laos, Myanmar) dan kawasan Sabit
Emas (Afganistan, Iran dan Pakistan).
Pada tahun 1960-an bahwa di Indonesia sudah terdapat
penyalahgunaan heroin dan kokain. Berdasarkan keterangan Tarmizi
Taher dalam jurnalnya ia menyebutkan, bahwa memasuki era orde baru, atau tahun
1960-an, generasi muda Indonesia sudah banyak yang menyalahgunakan narkotika.
Tarmizi Taher tidak menyebutkan secara spesifik jenis
narkotika apa yang digunakan, akan tetapi besar kemungkinan jenis heroin sudah masuk, di samping ekstasi
dan juga kokain.
Satu dasawarsa kemudian di beberapa kota besar seperti Jakarta,
Bandung, Surabaya dan Medan penyalahgunaan narkotika dengan cara injeksi sudah
dikenal.
Dari data Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia, pada tahun
1971, pengguna narkotika dengan suntikan atau IDU (Injecting Drug User), diperkirakan mencapai 200 hingga 300 IDU
dengan total 2.000-3.0000 kasus ketergantungan obat.
Pemerintah sudah sangat khawatir dengan maraknya penyalahgunaan
obat / narkoba di Indonesia, karena dinilai akan dapat mengancam stabilitas
ekonomi dan keamanan negara.
Drugs Dependence Unit
(DDU) pun didirikan atas prakarsa Gubenur DKI Jakarta, Ali Sadikin di tahun
1972. DDU Saat ini telah menjadi Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) yang
berlokasi di Jalan Lapangan Tembak no.75, Cibubur, Ciracas, Jakarta Timur.
Demi mencegah adiksi makin meluas, maka Pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Pengesahan Konvensi
Tunggal Narkotika 1961 Beserta Protokol Yang Mengubahnya.
Selanjutnya pemerintah juga mengeluarkan Undang-Undang RI
Nomor 9 Tahun 1976 tentang narkotika. Dalam Undang-Undang ini, disebutkan
beberapa jenis yang termasuk dalam narkotika, diantaranya heroin.
Dalam perkembangannya, generasi muda Indonesia yang
menggunakan narkotika jenis heroin tapi dengan kualitas rendah, atau yang
disebut dengan putaw.
Putaw adalah sebutan untuk heroin, karena warnanya yang putih kecoklatan dan cara penggunaan
putau bisa dihisap, dan disuntikan.
Adapun sebutan lain untuk heroin yaitu Pt, diacetil, morfin, smack, dope, horse. Heroin merupakan jenis
opioda semi sintetis. Berupa serbuk putih butiran dan cairan. Rasanya pahit
yang memiliki sifat menghilangkan rasa nyeri.
Heroin dibuat dari
morfin yaitu bahan yang berasal dari tanaman candu. Heroin murni berupa serbuk
putih, tetapi yang beredar di pasar gelap warnanya kecoklatan sebab dicampur
dengan bahan-bahan lain. Oleh karena itu kadar kemurnian heroin di pasar gelap berbeda-beda.
Segera setelah memakai heroin
pupil mata menyempit, timbul rasa mual, muntah, tenggorokan kering, tidak mampu
berkosentrasi dan apatis (acuh tak acuh). Heroin
sangat adiktif, sangat menyebabkan ketergantungan, baik secara fisik maupun
psikologis.
Terjadi toleransi (penyesuaian tubuh) terhadap heroin sehingga dosis heroin yang dipakai meningkat agar
diperoleh pengaruh yang sama pada tubuh. Pemakaian heroin jangka panjang menyebabkan berbagai ganguan kesehatan pada
badan, antara lain berat badan turun dratis, kurang gizi dan sembelit.
Juga menyebabkan haid tidak teratur, impotensi, mengantuk
berlebihan dan acuh tak acuh, jika pemakaian zat tiba-tiba dihentikan/dosisnya
dikurangi, akan menjadigejala putus zat atau sakaw, ditunjukkan dengan kejang
otot, tremor (anggota tubuh bergetar tanpa terkendali), diare, panik, hidung
dan mata berair, menggigil, berkeringat, gelisah, tidak bisa tidur dan rasa
nyeri pada seluruh tubuh.
Bahaya lain pemakaian heroin adalah apabila terjadi
overdosis (dosis berlebihan) dapat tidak sadarkan diri dan meninggal karena
terhentinya pernafasan.
Sumber:
<!--[if !supportLists]-->1.
<!--[endif]-->bnn.go.id/sekilas-tentang-heroin/
<!--[if !supportLists]-->2.
<!--[endif]-->dedihumas.bnn.go.id/
Edotorial : Instalasi Promosi Kesehatan dan Pemasaran RSKO
Jakarta
Laporan : Unit Kerja Sub. Bag. Hukormas RSKO Jakarta
Share This News