Mengenal Ganja ;
Profil, Sebutan, Dampak dan Tatalaksana Pengobatannya
Penulis : dr.
Vivi Octavia Lubis, Sp.KJ
<!--[if gte vml 1]><!--[endif]-->
Badan Narkotika
Nasional (BNN) mencatat sesuatu yang mencengangkan bahwa peredaran narkoba
selama masa pandemi Covid-19, khususnya di awal tahun ini, meningkat drastis.
Dilansir dari
Antara News (18/3/2021), Kepala BNN Irjen Pol Petrus Reinhard Golose, mengatakan
yang dalam kurun waktu tiga bulan terakhir, sejak Januari hingga Maret 2021,
BNN berhasil menyita barang bukti 3.462,75 kg (3,4 ton) ganja.
Sedangkan, barang bukti ganja yang
dikumpulkan pada 2020 sebanyak 2.410 kg. Dapat dikatakan meningkat 143,64 persen dibandingkan 2020.
Cannabis
sativa merupakan nama latin dari ganja. Istilah
ganja umumnya mengacu kepada pucuk daun, bunga dan batang dari tanaman yang
dipotong, dikeringkan dan dicacah dan biasanya dibentuk menjadi rokok.
Ganja juga dikenal dengan sebutan marijuana,
grass, weed, pot, tea, mary jane dan produknya hemp, hashish,
charas, bhang, ganja, dagga dan sinsemilla (Camellia, 2010).
Ada tiga jenis ganja yaitu cannabis
sativa, cannabis indica, dan cannabis ruderalis. Ketiga jenis ganja ini
memiliki kandungan tetrahidrokanabinol (THC) berbeda-beda (BNN, 2015), walaupun
demikian ganja juga menghasilkan konsekuensi merugikan yang tidak diinginkan
yaitu berupa gangguan fisik dan gangguan mental.
Penggunaan
ganja memilki pengaruh yang buruk terhadap kesehatan fisik maupun psikis
(mental). Dari segi fisik ganja dapat menyebabkan kanker paru karena asap ganja
mengandung banyak karsinogen sama dengan asap tembakau (Halla & Degenhardt, 2014).
Perokok
ganja juga terkait dengan radang pada saluran nafas yang besar, peningkatan
hambatan jalan nafas, hiperinflasi paru, perokok ganja lebih cenderung
mengalami gejala bronkitis kronis daripada bukan perokok, peningkatan tingkat
infeksi pernafasan dan pneumonia (Volkow,
et al., 2014).
Penggunaan
ganja juga dikaitkan dengan kondisi vaskular yang meningkatkan risiko infark
miokard (serangan janttung),
stroke, dan serangan iskemik transien (stroke ringan yang disebabkan karena terganggunya
aliran darah ke otak dalam waktu yang singkat) selama intoksikasi ganja.
Ganja
juga mempengaruhi fungsi kognitif, defisit dalam pembelajaran verbal, penurunan
daya ingat (memori) dan perhatian hal ini dilaporkan pada pengguna ganja berat
dan dikaitkan dengan durasi penggunaan, frekuensi penggunaan, dan dosis
kumulatif THC.
Perubahan
struktur otak dilaporkan terjadi di hippocampus, prefrontal cortex (PFC),
dan serebellum pada pengguna ganja kronis.
Selain
menyebabkan masalah fisik ganja juga mempengaruhi kesehatan mental, seperti
gangguan bipolar, bunuh diri, depresi, kecemasan dan psikotik (Halla & Degenhardt, 2014).
Tatalaksana
bagi penyalahguna ganja (cannabis) dapat dilaksanakan dengan Kombinasi
terapi farmakologi (obat) dengan psikoterapi (konsultasi rutin) merupakan
pilihan yang baik.
<!--[if !supportLists]-->1.
<!--[endif]-->Terapi untuk
membangun motivasi diri (Motivational Enhancement
Therapy) Terapi ini ditujukan untuk menghasilkan perubahan dari dalam diri
pecandu, yang memotivasi pecandu untuk
berhenti menggunakan ganja.
<!--[if !supportLists]-->2.
<!--[endif]-->Terapi untuk melatih ketrampilan mengatasi masalah (Contigency Management) Pendekatan ini
menggunakan pengawasan penuh terhadap perilaku target dan menggunakan dorongan
positif yang membantu modifikasi perilaku agar dapat mengelola masalah
kehidupan yang dialami.
<!--[if !supportLists]-->3.
<!--[endif]-->Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour Therapy) Terapi yang
mengajarkan strategi untuk mengidentifikasi dan memperbaiki pikiran serta
perilaku untuk meningkatkan pengendalian diri, menghentikan pemakaian ganja,
dan mampu menghadapi masalah-masalah yang timbul.
Jadi
terapi
farmakologi (obat) dalam kasus adiksi ganja digunakan untuk membantu
penyalahguna ganja saat mengalami
gangguan mental seperti gelisah, depresi, emosi dan sulit tidur.
Sebagai catatan, ganja sendiri
dalam peraturan pemerintah lainnya ditetapkan sebagai jenis narkotika golongan
I. Itu tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Bagi warga yang mengomsumsi
ganja dapat dijerat oleh hukum. Untuk itu ada baiknya masyarakat turut membantu
pencegahan peredaran gelap Ganja karena dampak bagi kesehatan dan aturan
hukumnya.
Editorial : Instalasi Promosi Kesehatan dan
Pemasaran
Laporan Subbag Hukormas RSKO Jakarta
Share This News