"teman-teman, yang mau beli
sawi hasil bertani dengan metode hidroponik bisa ke taman asrama ya, saya
tunggu" ucap Agus Darmawan menawarkan hasil panen kepada pegawai
Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Jakarta di group WA Group (WAG) RSKO
Jakarta.
Apa yang
diucapkan tersebut secara rutin akan muncul di WAG RSKO Jakarta bila panen
telah tiba. Agus merupakan penggerak urban farming bersama
Syarifudin Satar, Budiman dan Wahyu Radityo Utomo yang terlibat dalam
membudayakan hidup sehat dengan urban farming di kawasan
RSKO Jakarta dalam satu tahun terakhir.
Lokasi urban
farming dengan metode hidroponik ini tidak hanya di area taman Asrama
RSKO Jakarta, juga berada di area terbuka hijau Rawat Inap Rehabilitasi
Narkoba. Sedangkan area tunggu keluarga pasien Rawat Inap Rehabilitasi Narkoba
menggunakan metode budidaya lele dan kangkung di media ember.
Untuk tiga
iket (pot) sawi / kangkung dibandrol dengan harga 3 s/d 5 ribu rupiah
tergantung dari kondisi sawi / kangkung yang dijual kepada pegawai.
Hasil
penjualan urban farming oleh tim Psikososial ( Agus dan
Syarifudin) dan IPSRS (Budiman dan Wahyu) digunakan untuk membeli bibit dan
sarana prasarana penunjang.
Bertani di
lahan terbatas ini merupakan bagian dari pelaksanaan Rumah Sakit Berhias, Green
Building (Green Hospital), dan Art Therapy bagi pasien
penyalahgunaan narkoba.
Kegiatan
ini tidak hanya sekadar bertani tetapi ada unsur menjamin lingkungan yang sehat
dan bagian dari therapi pasien penyalahguna narkoba.
Apa yang
dilakukan Agus, Syarifudin, Budiman dan Wahyu di RSKO Jakarta dengan urban
farming sebetulnya dapat ditiru oleh rumah sakit lain atau
perkantoran lainnya.
Green
building yang
dapat disinergikan dengan urban farming, tidak hanya untuk
penghijauan, memberikan kesejukan dan memperindah kawasan kantor saja, tapi
dapat juga memenuhi kebutuhan sayur bagi pegawai.
_
Urban
Farming Hadirkan
Ruang Hijau di Gedung Bertingkat
Urban
Farming sudah
saatnya untuk dibudayakan diberbagai perkantoran di kota-kota yang memiliki
gedung bertingkat dengan lahan terbatas. Bertani dilahan terbatas ini merupakan
konsep pertanian kota untuk masa depan dimana Indonesia dihadapkan pada masalah
regenerasi petani konvensional.
Kota-kota
besar di Indonesia menunjukkan geliatnya dengan semakin banyaknya gedung-gedung
bertingkat. Gedung-gedung ini menjadi tempat dimana jutaan warga mencari
rezeki. Semakin banyak gedung yang terbangun maka semakin banyak jumlah warga
berdiam selama jam kerja dikelilingi dinding-dinding.
Berdasarkan
data The Skyscraper Center, menyebutkan jumlah gedung bertingkat
di ibu kota Jakarta pada tahun 2019 terdapat 107 gedung yang memiliki
ketinggian di atas 150 meter dan umumnya digunakan untuk residential (43 %) dan
perkantoran (41 %).
Bila
melihat dari data tersebut yang sebagian besar digunakan untuk residential dan
perkantoran. Sangat mungkin jumlah gedung bertingkat dibawah 150 meter
jumlahnya ribuan di seluruh Indonesia.
Konsep green
building yang dipadukan dengan urban farming pada
bangunan bertingkat tentunya akan menghadirkan ruang hijau, menyehatkan mental
sekaligus bermanfaat bagi ketersedian pangan bagi masyarakat perkotaan.
_
Urban
Farming di
Gedung Bertingkat Sangat Mungkin di Aplikasikan
Konsep urban
farming di gedung bertingkat sangat mungkin diaplikasikan. Pada
tahun 2014 Balai Penelitian Tanaman Sayur Kementerian Pertanian mempublikasikan
sebuah artikel bagi masyarakat (berjudul rooftop gardening solusi
berkebun di perkotaan.
Konsep
tersebut saat ini disebut sebagai Slab Roof. Tidak hanya sekedar
memanfaatkan ruang, Slab Roof dapat mengurangi konsumsi
energi. Suhu panas dari pancaran sinar matahari pada bangunan dapat berkurang
karena adanya tanaman sebagai penghalang termal.
Tanaman
tersebut dapat menyejukan ruangan tanpa perlu repot menggunakan pendingin
udara. Namun atap bangunan sangat penting kedap air untuk mencegah kebocoran
pada bangunan.
Slab
roof sudah
dipraktekkan dibeberapa negara dan tebilang cukup berhasil. Adapun
Negara-negara di Asia yang telah mempraktekkan slab roof sebagai
bagian upaya ketahanan pangan dan konsep pertanian kota masa depan yaitu
Singapura dan Tiongkok
Metode
selain urban farming slab roof yakni urban farming secara
vertikal pada gedung bertingkat. Secara ide dan gagasan metode ini telah
dikembangkan oleh mahasiswa dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Dilansir
dari portal itb.ac.id, Mahasiswa ITB meraih tinta emas sebagai juara 2 ASHRAE
International Competition 2016 dalam kategori Applied Engineering
Challenge.
ITB dalam
ajang kompetisi tersebut diwakili oleh tim yang beranggotakan Bernard Tristian
(Teknik Mesin 2013), Avip Noor Yulian (Teknik Mesin 2013), Daniel Christopher
(Teknik Mesin 2013), Dennis Setiawan (Teknik Mesin 2014), dan Victorina Arif
(Arsitektur 2013).
Mahasiswa
ITB mengusung karya dengan judul "Low-Energy Paddy Vertical Farming
Concept". Mereka membuat karya yang bisa diaplikasikan pada pertanian
Indonesia dengan arah pemanfaatan ruang gedung bertingkat dengan energi yang
lebih efisien.
Para ilmuan
muda ini merancang bertani secara vertikal pada gedung 10 lantai. Teknologi
yang mereka tawarkan dimana seluruh tanaman padi akan mendapat pasokan cahaya
matahari sebagai sumber energi yang sama baik di lantai 1 maupun di lantai 10.
Konsepnya
bangunan 10 lantai ini dilengkapi lorong cahaya, solar dome (prisma) yang
diatur sedemikian rupa agar sudut dan arah sesuai dengan ukuran dome.
Pengukuran
intensitas cahaya sangat penting pula dalam hal ini. Beberapa detail yang
diperhatikan adalah ukuran lumen per hari, ventilasi, air, dan solar cell.
Dibandingkan
pertanian konvensional, apa yang mereka tawarkan dengan penghematan energi dan
ruang vertikal manghasilkan produktivitas padi yang sama dan tidak memerlukan
pasokan listrik tambahan.
Selain itu
sistem ini diharapkan akan memperpendek rantai distribusi yang berimbas pada
penekanan biaya produksi dan menurunkan harga jual. Urban farming di
gedung bertingkat merupakan karya yang inovatif dan dapat menjadi konsep
pertanian kota di masa depan.
Konsep
mahasiswa ITB sejak 2016 secara ide ini sepertinya telah diterapkan oleh
Singapura. Negara dengan simbol singa ini telah mengembangkan sawah
vertikal.
Singapura
berkerja sama dengan perusahaan VertiVegies dan Greenology melalui
R&D pengembangan urban farming dengan menciptakan lahan
hijau secara vertikal di gedung pencakar langit.
***
Meski
Indonesia memiliki lahan pertanian yang cukup luas, namun urban
farming bisa diterapkan pada wilayah perkotaan yang
cenderung memiliki keterbatasan lahan.
Tentu tidak
hanya untuk ketahanan pangan, memetik sayuran dari hasil menanam sendiri, tentu
tidak hanya aktivitas biasa tapi juga menjaga kesehatan mental dengan
memunculkan rasa bahagia.
----
Laporan :
Subbag Hukormas RSKO Jakarta
Share This News